10 Tempat Bersejarah di Malang yang Wajib Dikunjungi, Mari Melangkah ke Masa Lampau

Pernah merasa penasaran dengan cerita apa yang tersembunyi di balik tembok-tembok tua dan artefak kuno? Kota Malang punya jawabannya. 

Di balik wajahnya yang modern dan sejuk, tersimpan lapisan sejarah yang kaya, mulai dari masa kejayaan kerajaan kuno, era kolonial Belanda, hingga semangat perjuangan kemerdekaan. 

10 Tempat Bersejarah di Malang yang Wajib Dikunjungi, Mari Melangkah ke Masa Lampau

Mari kita berjalan-jalan dan menyentuh langsung peninggalan masa lalu di sepuluh tempat bersejarah yang menarik ini.

10 Tempat Bersejarah di Malang yang Wajib Dikunjungi, Mari Melangkah ke Masa Lampau

1. Museum Singhasari: Jejak Kebesaran Kerajaan Tumapel

Untuk menyelami awal cerita, mulailah dari Museum Singhasari di Desa Klampok. Museum ini adalah gudangnya pengetahuan tentang Kerajaan Singhasari (Tumapel). Di dalam ruang pameran seluas 3.000 meter persegi, kamu akan bertemu dengan sekitar 345 artefak yang bisikannya berasal dari abad ke-13. Lihatlah arca-arca seperti Mahisha, Durga gaya Singhasari, dan Prajna Paramita yang elegan. Setiap patung batu ini bukan sekadar pahatan, melainkan saksi bisu dari salah satu kerajaan terbesar di Nusantara.

2. Museum Panji: Menelusuri Kisah Cinta dan Peperangan Legendaris

Beralih dari sejarah politik ke dunia legenda dan seni, Museum Panji di Jalan Raya Bangilan Nomor 1, Tumpang, adalah destinasi unik. Museum ini didedikasikan untuk kisah Panji Asmorobangun dan Dewi Sekartaji, cerita cinta klasik Jawa yang melegenda. Kamu akan disuguhi diorama Perang Genter yang dramatis, serta koleksi wayang, topeng, dan dokumen sejarah yang mengungkapkan sisi lain budaya Malang. Tempat ini menunjukkan bagaimana sejarah tak hanya tertulis di prasasti, tapi juga hidup dalam cerita rakyat dan kesenian.

3. Monumen Juang 45: Simbol Perlawanan Rakyat Malang

Di jantung kota, tepatnya di depan Stasiun Kota Malang di Jalan Kertanegara, berdiri Monumen Juang 45. Patung ini menggambarkan rakyat biasa yang dengan gagah berani mengalahkan raksasa (buta) yang melambangkan penjajah. Monumen ini bukan sekadar hiasan kota; ia adalah pengingat konkret tentang semangat dan pengorbanan warga Malang dalam mempertahankan kemerdekaan antara tahun 1945 hingga 1949. Sebuah pelajaran tentang keberanian yang terpahat di ruang publik.

4. Kelenteng Eng An Kiong: Harmoni Tiga Kepercayaan dalam Satu Atap

Bukti nyata keragaman dan toleransi beragama di Malang dapat ditemui di Kelenteng Eng An Kiong di Jalan R.E. Martadinata. Didirikan pada tahun 1825 oleh Letnan Kwee Sam Hway, kelenteng Tridharma ini merupakan tempat ibadah yang menyatukan tiga kepercayaan: Buddha, Konghucu, dan Taoisme. Sebagai bangunan cagar budaya, kehadirannya tidak hanya penting secara religi, tetapi juga sebagai penanda sejarah panjang komunitas Tionghoa di Malang. Arsitekturnya yang khas membawa kita pada suasana berbeda.

5. Museum Brawijaya: Menyentuh Bukti Nyata Perjuangan

Mungkin ini salah satu museum paling menyentuh di Malang. Museum Brawijaya di Jalan Besar Ijen Nomor 25A menyimpan koleksi peralatan militer dan benda-benda perjuangan. Namun, yang paling membekas adalah "Gerbong Maut". Gerbong besi tanpa jendela ini adalah bukti bisu kekejaman yang dialami para pejuang yang diangkut dari Bondowoso ke Surabaya. Berdiri di depannya, kita diajak untuk tidak hanya mengenang, tetapi benar-benar merasakan betapa mahalnya harga kemerdekaan yang kita nikmati hari ini.

6. Indonesian Old Cinema Museum: Nostalgia Layar Tancap dan Film Seluloid

Siapa yang masih ingat dengan layar tancap? Di Indonesian Old Cinema Museum di Jalan Soekarno-Hatta Nomor 45, kenangan itu dihidupkan kembali. Museum ini mengoleksi peralatan bioskop tempo dulu, mulai dari layar putih, proyektor, hingga gulungan film. Ini adalah perjalanan sejarah yang lebih ringan, tentang hiburan masyarakat di masa lalu sebelum era digital. Tempat yang sempurna bagi pencinta film dan nostalgia.

7. Kawasan Ijen: Melintasi Distrik Elite Bergaya Eropa

Untuk merasakan atmosfer kolonial Eropa, jelajahilah Kawasan Ijen. Dirancang oleh arsitek Belanda Herman Thomas Karsten pada 1935, kawasan ini terkenal dengan deretan rumah bergaya art deco dan Indische Empire yang megah. Nama jalan-jalannya diambil dari gunung-gunung terkenal seperti Bromo dan Semeru. Gereja Katedral Santa Theresia (Gereja Ijen) dengan menara kembarnya menjadi ikon utama. Berjalan-jalan di sini serasa melangkah masuk ke dalam foto-foto lama Malang.

8. Museum Ganesya: Kekayaan Artefak dari Era Majapahit

Terletak di dalam kompleks Hawai Water Park, Museum Ganesya menawarkan fokus pada artefak tanah liat dan replika dari era Kerajaan Majapahit. Kamu akan melihat koleksi genteng kuno, anglo (tungku), guci, hingga replika pusaka kerajaan yang dibuat dengan detail tinggi. Museum yang relatif baru ini menunjukkan bahwa warisan sejarah bisa dipresentasikan dengan cara yang modern dan menarik, bahkan di tempat yang tak terduga.

9. Museum Mpu Purwa: Kumpulan Arca dan Peninggalan Purba

Museum yang mengambil nama tokoh religius Jawa kuno ini, terletak di Jalan Soekarno-Hatta Nomor 210. Museum Mpu Purwa berfungsi sebagai rumah bagi berbagai artefak purbakala dari berbagai kerajaan di Pulau Jawa. Koleksinya mencakup arca, fragmen candi, dan prasasti. Bagi yang tertarik dengan ikonografi dan seni pahat kuno, tempat ini adalah perpustakaan batu yang sangat berharga untuk dipelajari.

10. Kayutangan Heritage: Jantung Kota Tua Malang

Terakhir, tenggelamkan diri di kawasan paling ikonik: Kayutangan Heritage (Kampoeng Heritage Kajoetangan). Kawasan di sepanjang Jalan Basuki Rahmat ini adalah living museum. Sekitar 22 bangunan warisan dari periode 1870-1920 masih berdiri kokoh dan digunakan hingga hari ini, baik sebagai tempat tinggal maupun usaha. Berjalan di gang-gamya adalah pengalaman langsung menyusuri arsitektur kolonial dan merasakan denyut kehidupan Malang tempo dulu yang masih berdenyut hingga kini.

Dari kerajaan hingga kolonial, dari perlawanan hingga keseharian, kesepuluh tempat ini adalah pintu masuk untuk memahami Malang yang sebenarnya. Jadi, lain kali kamu berkunjung, luangkan waktu untuk tidak hanya menikmati udara sejuk dan kulinernya, tetapi juga untuk mendengarkan bisik-bisik sejarah dari sudut-sudut kotanya.